Kejadian Luar Biasa (KLB)

Mata kuliah               : PMM-B
Nama dosen               : Zaenab,SKM.M.Kes

Kejadian Luar Biasa (KLB)

OLEH :
MUHAMMAD BASKORO BASRI 
P0.71.3.221.11.1.051
II.B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN  MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2013




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kejadian Luar Biasa (KLB)”. Dan tidak lupa pula penulis kirimkan salam dan salawat pada junjunan kita , Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun Hasanah.
Dengan selesainya tugas ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen bidang studi, staf perpustakaan, serta rekan – rekan penulis yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan setulus hati penulis senantiasa menerima kritikan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membantu demi kesempurnaan makalah ini. Dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca sebagai tambahan pengetahuan.


                                                                        Makassar, 2 mei 2013

Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan
BAB II DASAR TEORI
A.    Definisi Makanan
B.     Pengertian KLB (Kejadian Luar Biasa
C.     Kriteria KLB
D.    Klasifikasi KLB
E.     Menurut Sumber KLB
F.      Menurut Penyakit wabah
G.    Penanggulangan KLB 





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia karena di dalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan antara lain untuk pertumbuhan badan memelihara jaringan tubuh yang rusak diperlukan untuk berkembang biak dan untuk proses yang terjadi di dalam tubuh, dan menghasilkan energi untuk dapat melakukan aktivitas.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang berbahaya atau terkontaminasi. Terjadinya penyakit karena makanan erat kaitannya dengan lingkungan yang digambarkan WHO sebagai diagram V, yaitu penularan penyakit melalui flay (lalat), fingers (tangan), fild (tanah), dan food (makanan).
Sering kali terjadi peristiwa-peristiwa kesakitan/kematian yang mengejutkan dan membuat heboh berupa kejadian wabah penyakit maupun kejadian keracunan dan kejadian kesakitan lain-lain yang secara umum hal ini kita namakan “Kejadian Luar Biasa” disingkat KLB. Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan adalah suatu kejadian dua orang atau lebih menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber penularan. Penyelidikan KLB keracunan pangan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis terhadap KLB keracunan pangan untuk mengungkap penyebab, sumber dan cara pencemaran serta distribusi KLB menurut variabel orang, tempat dan waktu.(Badan POM RI, 2005)
Keracunan pangan atau istilah lainnya yaitu intoksikasi makanan termasuk dalam penyakit akibat makanan, adalah penyakit yang didapat karena mengkonsumsi makanan yang tercemar.(WHO,2000) Penyakit ini amat beragam gejala klinisnya dan masa inkubasinya, tergantung jenis makanan penyebabnya. Salah satu gejala klinis yang sering timbul berupa diare.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare yaitu kontaminasi kuman pada makanan atau minuman yang tercemar tinja, faktor penjamu (host) dan faktor lingkungan. (Depkes RI, 2007) Gejala diare juga timbul karena kontaminasi makanan oleh senyawa biologis tertentu, atau kadang-kadang juga timbul pada keracunan karena senyawa kimia tertentu.
Di Indonesia masih sering terjadi keracunan makanan seperti kasus yang terjadi di Sumatera Utara, sekitar 70 orang anggota TNI dan para isterinya terpaksa dibawah ke rumah sakit tentara Binjai karena keracunan makanan. Mereka keracunan makanan seusai menghadiri acara syukuran dengan menu makanan berupa nasi, ikan asin dan sayur urap. Di bulan yang sama di Semarang Jawa Tengah 14 siswa SD Letdosari I dan II Kali Banten Kulon Semarang dengan gejala mual dan muntah, seusai menyantap nasi bungkus saat jam istirahat di kantin sekolah. Pada bulan April 2004, 12 orang petugas pemadam kebakaran dan sejumlah polisi pamong praja di Palembang Sumatera Selatan, terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena keracunan makanan, usai menyantap makanan nasi bungkus yang mereka beli di sebuah warung nasi di kawasan Jembatan Karang Palembang.
Dengan banyaknya kasus keracunan makanan, food safety perlu ditingkatkan secara terus menerus, sehingga kejadian keracunan makanan dapat ditekan seminimal mungkin.
Sering kali terjadi peristiwa-peristiwa kesakitan/kematian yang mengejutkan dan membuat heboh berupa kejadian wabah penyakit maupun kejadian keracunan dan kejadian kesakitan lain-lain yang secara umum hal ini kita namakan “Kejadian Luar Biasa” disingkat KLB
Kejadian-kejadian semacam ini banyak yang belum diketahui etiologi dan cara-cara penanggulangannya, serta sedikit sekali yang dilaporkan sampai ke Kabupaten, Propinsi dan Pusat, sehingga hanya sedikit yang diketahui gambaran epidiomologinya.


B.     Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui gejala –gejala yang timbul akibat dari keracunan makanan.
2.      Untuk dapat menentukan AR dan CFR dari suatu kasus KLB akibat keracunan makanan.
























BAB II
DASAR TEORI
A.    Pengertian Makanan
Makan adalah kebutuhan pokok manusia. Setiap hari kita harus makan supaya kita mempunyai energi untuk beraktivitas. Idelnya menurut teori, manusia perlu makan 3 kali sehari untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Bila sebelumnya makan berarti harus mengkonsumsi nasi, maka seiring dengan perubahan gaya hidup,  manusia tidak hanya mengkonsumsi nasi selama makan. Nasi sebagai sumber karbohidrat yang mensuplai prosentase terbesar untuk energi bisa digantikan dengan sumber karbohidrat yang lain. Seperti kentang, roti gandum, cereal, dll

B.     Pengertian KLB(Kejadian Luar Biasa)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut. Saya berikan beberapa istilah yang mungkin bisa membantu. Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

C.    Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
1.      Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
3.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4.      Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5.      Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6.      Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7.      Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8.      Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9.      Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.
D.    Klasifikasi KLB
Menurut Penyebab:
Toksin
·         Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella.
·         Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
·         Clostridium perfringens.
·         Endotoxin.
Infeksi
·         Virus.
·         Bacteri.
·         Protozoa.
·         Cacing.
Toksin Biologis
·         Racun jamur.
·         Alfatoxin.
·         Plankton
·         Racun ikan
·         Racun tumbuh-tumbuhan

Toksin Kimia
·         Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
·         cyanida.
·         Zat kimia organik: nitrit, pestisida.
·         Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya
E.     Menurut Sumber KLB
·      Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus,
·      Protozoa, Virus Hepatitis.
·      Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
·      Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
·      Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
·      Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
·      Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.
·      Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.
·      Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.





F.      Menurut Penyakit wabah
Beberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah:


·         Kholera
·         Pes
·         Demam kuning
·         Demam bolak-balik
·         Tifus bercak wabah
·         Demam Berdarah Dengue
·         Campak
·         Polio
·         Difteri
·         Pertusis
·         Rabies
·         Malaria
·         Influensa
·         Hepatitis
·         Tipus perut
·         Meningitis
·         Encephalitis
·         SARS
·         Anthrax


G.    Penanggulangan KLB 
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002). 
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)























BAB III
HASIL
A.    Kasus
    LAPORAN INVESTIGASI KLB KERACUNAN PANGAN
DI SDN 1 TANGEBAN DESA TANGEBAN KECAMATAN MASAMA KABUPATEN BANGGAI
01 OKTOBER 2011
Tim Investigasi Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai

Salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di Indonesia adalah penyakit yang disebabkan oleh pangan. Pangan merupakan jalur utama penyebaran patogen dan toksin yang diproduksi oleh mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika mengandung racun akibat cemaran kimia, bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung dalam pangan, yang sebagian diantaranya menimbulkan KLB keracunan pangan.
Beberapa laporan keracunan pangan yang terjadi sebelumnya di Kabupaten Banggai, sebagian besar disebabkan karena kesalahan dalam proses pengolahan sehingga terkontaminasi bakteri (kuman) dan umumnya diderita oleh anak sekolah
KLB keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi terbukti makanan tersebut sumber keracunan.
Pada tanggal 01 Oktober 2011 Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai menerima laporan Puskesmas Tangeban bahwa telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Desa Tangeban yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Tangeban. Jumlah penderita sebanyak 160 orang tanpa disertai kasus kematian 2 orang dengan gejala mual, muntah, sakit perut dan pusing. Semua kasus telah mendapatkan pengobatan dan 32 orang diantaranya rawat inap di Puskesmas.
Dari hasil investigasi diketahui bahwa semua kasus mengkonsumsi nasi kuning dan hanya beberapa anak yang mengkonsumsi makanan lainnya (snack) dan minum dari beberapa sumber air minum diantaranya air kantin dan air minum sekolah sehingga besar dugaan penyebab keracunan adalah nasi kuning. Di ketahui pula bahwa terdapat dua kantin yang menjual nasi kuning namun hanya anak yang makan disalah satu kantin tersebut yang menderita gejala keracunan.
Jumlah siswa SDN I Tangeban adalah 347 siswa dan saat investigasi dilakukan semua kasus sementara mendapat pengobatan dan perawatan di Puskesmas Tangeban.
 Hasil Penyelidikan
A.    Wawancara dan Pemeriksaan Kasus
Dari investigasi dan wawancara dengan Ny. Nurhana diketahui bahwa proses pengolahan Nasi Kuning adalah sebagai berikut :
1.      Pengolahan Bumbu
Pengolahan bumbu dimulai jam 06.30 sore, Bahan sambal meliputi bawang merah, bawang putih dan tomat ditumbuk setelah halus ditambahkan dengan rica keriting yang telah diblender 3 hari yang lalu (sebelumnya disimpan dalam kulkas) dan disimpan ditempat palung batu dan ditutup piring
Bahan campuran lainnya adalah ikan pupuh (ikan asap), ikan kaleng yang merupakan sisa dari hari sebelumnya karena tidak habis disimpan di kulkas
Semua bahan tersebut dimasak jam 04.50, pagi.
2.      Pengolahan Beras
Beras dan santan dimasak bersama kunyit mulai jam 06.00 sore dan masih setengah matang disimpan dalam panci kukusan aluminium dan dimasak kembali jam 04.30 pagi.
Bahan nasi kuning lainnya meliputi : kunyit, santan, garam, gula pasir, penyedap rasa (miwon) dan laksa dan mie
Nasi kuning di bungkus pada jam 06.00 pagi dan dibawa ke kantin sekolah, dari hasil investigasi diketahui pula bahwa suami ibu Nurhana yang mengkonsumsi nasi kuning tersebut ternyata juga mengeluh sakit perut dan muntah.
Lingkungan pengolahan Nasi Kuning dianggap kurang memenuhi syarat kesehatan dimana sumur terletak di dapur yang cukup berdekatan dengan septi tank, begitu pula kamar mandi dan tempat cuci yang bersebelahan dan terletak didapur.
Berdasarkan wawancara petugas kesehatan dan pemeriksaan fisik penderita, maka gambaran klinis kasus-kasus adalah sebagai berikut : sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan diare. Dengan membandingkan kedua hasil wawancara (pengolah makanan dan petugas kesehatan termasuk pemeriksaan kepada penderita) dan mengingat masa paparan dan inkubasi maka diperkirakan etiologi keracunan berdasarkan wawancara tersebut adalah kuman bakteri : Baccilur cereus, Staphylococcus, dan Vibrio parahaemolyticus.
Baccilur cereus menunjukan gejala nyeri perut, mual, muntah, dan kadang diare. Staphylococcus aereus menunjukan gejala mual, muntah, sakit perut, diare dan prostration (muntah menyembur). Vibrio hemolitikus menunjukan gejala nyeri perut, mual muntah, diare, menggigil, sakit kepala, dan kadang-kadang badan panas (demam).

B.        Jumlah Korban
Adapun jumlah korban dalam kasus keracunan makanan “Nasi Kuning” ini adalah sebanyak 160 orang.



C.       Jenis Makanan
Adapun jenis makanan yang dikonsumsi oleh siswa yang mengalami keracunan makanan, yaitu :
1.      Nasi  kuning
 meliputi : Nasi, Laksa dan Mie
2.      Ikan kaleng
3.      Ikan pupuh

D.       Gejala Yang Ditimbulkan
Gajala yang ditimbulkan oleh Siswa yang mengalami keracunan makanan setelah mengkonsumsi bingkisan makanan atau “Nasi Kuning” yaitu berupa :
1.      Mual
2.      Muntah
3.      Diare
4.      Nyeri perut / sakit Perut
5.      Sakit Kepala

E.        Masa Inkubasi
            Awal periode paparan KLB berdasarkan wawancara dengan penderita diperkirakan pada jam 06.30 Wita. Sedangkan akhir periode paparan KLB adalah waktu kejadian kasus pertama KLB dikurangi dengan masa inkubasi terpendek yaitu 07.30 dikurangi 30 menit adalah jam 07.00. Karena awal periode paparan KLB berada sebelum akhir periode paparan KLB maka diperkirakan periode paparan KLB adalah common source.
            masa inkubasi terpendek adalah 30 Menit dan terpanjang adalah 1 Jam 30 Menit. Berdasarkan masa inkubasi terpendek dan terpanjang etiologi, maka dapat ditentukan perkiraan periode paparan KLB.


  1. AR (Attack Rate )
No
Gejala
JMLH PENDERITA
%
1.
Mual
45 orang
28.12%
2.
Muntah
24 orang
15%
3.
Diare
30 orang
18,75%
4.
Nyeri perut / sakit Perut
41 orang
25,63%
5.
Sakit Kepala
20 orang
12,5%
Jumlah
160 orang
100%









1.      Mual-Mual     =   x 100%
                                   =  28,13%
2.      Muntah          =   x 100%
                                   =  15%
3.      Diare              =   x 100%
                                   =  18,75%
4.      Nyeri perut    =   x 100%
                                   =  25,63%
5.      Sakit Kepala=   x 100%
                       =  12,5%


Total AR =    100%

                              x 100%
                            =  46,11%
Berdasarkan data diatas gejala keracunan makanan yang paling menonjol adalah Mual sebanyak 45 orang (28.12%). Kemudian Nyeri Perut sebanyak 41 orang (25,63%) diare 30 orang ( 18,75% ), Muntah sebanyak 24  orang  (15%) dan gejalah yang tidak menonjol adalah sakit kepala sebanyak 20 orang (12.50%).












G.    Tabel CFR (case Fatality Rate )
Dik            : Adapun jumlah keseluruhan siswa adalah 347 orang
              Jumlah Korban adalah 162 Orang
No
Jenis makanan
Org yg mkn makanan ttt
Org yg tdk mkn makanan ttt
Selisih AR
sakit
Tidak sakit
Total
% sakit
Sakit
Tidak sakit
Total
% Sakit
1.
Nasi
123
37
160
29,10%
2
158
160
1.25%
27.85%
2.
Laksa
24
136
160
15%
0
160
160
0%
15%
3.
Mie
33
127
160
20,22%
0
160
160
0%
20,22%
4.
Ikan kaleng
27
133
160
16,87%
0
160
160
0%
16,87%
5.
Ikan Pupuh
34
126
160
26,98%
1
10
148
9,09%
26,98%
     Dalam kasus ini, tidak ada  yang mengalami kematian.
CFR =     x 100%
            x 100%
        =  1.23%







BAB IV
PEMBAHASAN
         Dari laporan investigasi klb keracunan pangan di sdn 1 tangeban desa tangeban kecamatan masama kabupaten banggai 01 oktober 2011, dengan gejala Mual, Muntah, Diare, Nyeri perut / sakit Perut, Sakit Kepala. Awal periode paparan KLB berdasarkan wawancara dengan penderita diperkirakan pada jam 06.30 Wita. Sedangkan akhir periode paparan KLB adalah waktu kejadian kasus pertama KLB dikurangi dengan masa inkubasi terpendek yaitu 07.30 dikurangi 30 menit adalah jam 07.00. Karena awal periode paparan KLB berada sebelum akhir periode paparan KLB maka diperkirakan periode paparan KLB adalah common source. Masa inkubasi terpendek adalah 30 Menit dan terpanjang adalah 1 Jam 30 Menit. Bahwa kemungkinan besar penyebab keracunan tersebut adalah bakteri, yaitu salmonella,dan e coli. E. Coli memiliki masa inkubasi terdekat yaitu 5–48 jam dengan rata-rata yaitu 10-24 jam.(badan pom, 2005) sedangkan salmonella memiliki masa inkubasi yang sedikit lebih lama yaitu 6-72 jam.(WHO,2000).
         Hal ini sesuai dengan gejala yang ditimbulkan bahwa bakteri e.coli dapat menyebabkan diare dan bakteri salmonella yang umum menyebabkan gejala seperti diare, muntah, dan mual. Keracunan makanan ini dapat disebabkan karena kebersihan dan proses pengolahan makanan oleh penjamah makanan yang tidak memperhatikan prinsip- prinsip hyigene dan sanitasi makanan.
Adapun prinsip hygiene sanitasi makanan yang sering diabaikan sehingga menyebabkan keracunan pangan yaitu :
1.   Pemilihan bahan pangan
Ada 3 hal penting yang harus diperhatikan yaitu, bentuk fisik, izin DepKes, dan tanggal kadaluarsanya.
2.   Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannya perlu diperhatikan dengan maksud untuk menghindari terjadinya keracunan karena kesalahan penyimpanan.
3.   Pengolahan Makanan
Terjadinya kasus keracunan makanan pada prinsip ke 3,disebabkan karena:
a.       Tempat pengolahan makanan, tempat harus memenuhi standar  persyaratan hygiene dan sanitasi untuk mencegah terjadinya pencemaran.
b.      Peralatan masak. Kita ketahui bahwa logam dan senyawa kimia dapat terlarut dalam alat masak atau kontainer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan makanan, dapat menyebabkan keracunan .
c.       Tenaga pengolah makanan (penjamah makanan). Seorang penjamah makanan yang tidak sehat dapat menjadi sumber penyakit dan dapat menyebar kesuatu masyarakat konsumen, peranannya dalam suatu penyebaran penyakit dengan cara:
-          Kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen yang sehat.
-          Kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah makanan yang sakit, misalnya batuk atau luka ditangan.
-          Pengolah atau penanganan makanan oleh penjamah makanan yang sakit atau pembawa kuman.
4.   Penyimpanan makanan masak.
Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai bakteri. Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak.
5. Pengangkutan makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi resikonya dari pada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.
Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut sendiri. Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang ekstra hati-hati.
6. Penyajian Makanan
Penyajian makanan juga salah satu faktor yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan. Penyajian oleh jasa boga berbeda dengan rumah makan. Di rumah makan tempat penyajian relatif berdekatan engan dapur pengolahan, sehinga untuk terjadinya kontaminasi denga lingkungan luar sangat sedikit, sedangkan pada jasa boga tempat penyajian bisa berkilo-kilometer dari tempat pengolahan, oleh karena itu maka faktor pengangkutan makanan menjadi penting karena akan mempengaruhi kondisi penyajian.








BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Melihat dari masa inkubasi dan gejala-gejala yang ditimbulkan, kasus keracunan makanan ini kemungkinan besar disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme pada makanan. Melihat korban yang begitu banyak, dapat dikatakan bahwa  penjamah makanan tidak dapat mengontrol dan memperhatikan hygiene sanitasi makanan sehingga makanan tersebut dapat tercemar dan menyebabkan keracunan.
  2. Gejala – Gejala yang ditimbulkan pada kasus keracunan makanan ini yaitu berupa diare, mual-mual, dan muntah, pusing dan nyeri perut dengan masa inkubasi 30 menit sampai 1 jam 30 menit sehingga kemungkinan besar makanan tercemar oleh bakteri e.coli dan salkmonella.
  3. Adapun AR (Attack rate) pada kasus ini adalah 46,11%, dan CFR (case Fatality Rate ) adalah 1.23%.

B.     Saran
Kiranya agar penjamah makanan dalam menjmah makanan mengerti tentang hygiene sanitasi makanan dan mengetahui serta menerapkan six prinsiple sehingga makanan terhindar dari pencemaran dan aman untuk di konsumsi. Lebih diperuntuhkan pada saat penjamah makanan menghidangkan makanan pada orang banyak.






DAFTAR PUSTAKA

Zaenab.2008.Kasus Keracunan Makanan.(http://www.kesling.htm).Diakses 9 Mei 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

LAPORAN INVESTIGASI KLB KERACUNAN PANGAN
DI SDN 1 TANGEBAN DESA TANGEBAN KECAMATAN MASAMA KABUPATEN BANGGAI
01 OKTOBER 2011
Tim Investigasi Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai

I.                   Pendahuluan
Salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di Indonesia adalah penyakit yang disebabkan oleh pangan. Pangan merupakan jalur utama penyebaran patogen dan toksin yang diproduksi oleh mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika mengandung racun akibat cemaran kimia, bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung dalam pangan, yang sebagian diantaranya menimbulkan KLB keracunan pangan.
Beberapa laporan keracunan pangan yang terjadi sebelumnya di Kabupaten Banggai, sebagian besar disebabkan karena kesalahan dalam proses pengolahan sehingga terkontaminasi bakteri (kuman) dan umumnya diderita oleh anak sekolah
KLB keracunan pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi terbukti makanan tersebut sumber keracunan.
Pada tanggal 01 Oktober 2011 Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai menerima laporan Puskesmas Tangeban bahwa telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Desa Tangeban yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Tangeban. Jumlah penderita sebanyak 160 orang tanpa disertai kasus kematian (CFR = 0 %), dengan gejala mual, muntah, sakit perut dan pusing. Semua kasus telah mendapatkan pengobatan dan 32 orang diantaranya rawat inap di Puskesmas.
Dari hasil investigasi diketahui bahwa semua kasus mengkonsumsi nasi kuning dan hanya beberapa anak yang mengkonsumsi makanan lainnya (snack) dan minum dari beberapa sumber air minum diantaranya air kantin dan air minum sekolah sehingga besar dugaan penyebab keracunan adalah nasi kuning. Di ketahui pula bahwa terdapat dua kantin yang menjual nasi kuning namun hanya anak yang makan disalah satu kantin tersebut yang menderita gejala keracunan.
Jumlah siswa SDN I Tangeban adalah 347 siswa (AR =5,76%), CFR = 0% dan saat investigasi dilakukan semua kasus sementara mendapat pengobatan dan perawatan di Puskesmas Tangeban.

II.                Tujuan Penyelidikan
A.    Tujuan Umum
Melakukan Penyelidikan dan Penanggulangan KLB keracunan pangan
B.     Tujuan Khusus
1.      Konfirmasi KLB Keracunan Pangan
2.      Mendeskripsikan KLB keracunan pangan berdasarkan variabel epidemiologi
3.      Mengidentifikasi penyebab kejadian keracunan pangan
III.             Teknik Penetapan Etiologi Keracunan Pangan
A.    Wawancara dan pemeriksaan fisik terhadap kasus-kasus yang dicurigai termasuk
B.     Distribusi gejala tanda kasus-kasus yang dicurigai
C.     Gambaran epidemiologi
D.    Pemeriksaan pendukun, termasuk laboratorium
E.     Penarikan Kesimpulan
IV.             Hasil Penyelidikan
B.     Wawancara dan Pemeriksaan Kasus
Dari investigasi dan wawancara dengan Ny. Nurhana diketahui bahwa proses pengolahan Nasi Kuning adalah sebagai berikut :
1.      Pengolahan Bumbu
Pengolahan bumbu dimulai jam 06.30 sore, Bahan sambal meliputi bawang merah, bawang putih dan tomat ditumbuk setelah halus ditambahkan dengan rica keriting yang telah diblender 3 hari yang lalu (sebelumnya disimpan dalam kulkas) dan disimpan ditempat palung batu dan ditutup piring
Bahan campuran lainnya adalah ikan pupuh (ikan asap), ikan kaleng yang merupakan sisa dari hari sebelumnya karena tidak habis disimpan di kulkas
Semua bahan tersebut dimasak jam 04.50, pagi.
2.      Pengolahan Beras
Beras dan santan dimasak bersama kunyit mulai jam 06.00 sore dan masih setengah matang disimpan dalam panci kukusan aluminium dan dimasak kembali jam 04.30 pagi.
Bahan nasi kuning lainnya meliputi : kunyit, santan, garam, gula pasir, penyedap rasa (miwon) dan laksa
Nasi kuning di bungkus pada jam 06.00 pagi dan dibawa ke kantin sekolah, dari hasil investigasi diketahui pula bahwa suami ibu Nurhana yang mengkonsumsi nasi kuning tersebut ternyata juga mengeluh sakit perut dan muntah.
Lingkungan pengolahan Nasi Kuning dianggap kurang memenuhi syarat kesehatan dimana sumur terletak di dapur yang cukup berdekatan dengan septi tank, begitu pula kamar mandi dan tempat cuci yang bersebelahan dan terletak didapur.
Berdasarkan wawancara petugas kesehatan dan pemeriksaan fisik penderita, maka gambaran klinis kasus-kasus adalah sebagai berikut : sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan diare. Dengan membandingkan kedua hasil wawancara (pengolah makanan dan petugas kesehatan termasuk pemeriksaan kepada penderita) dan mengingat masa paparan dan inkubasi maka diperkirakan etiologi keracunan berdasarkan wawancara tersebut adalah kuman bakteri : Baccilur cereus, Staphylococcus, dan Vibrio parahaemolyticus.
Baccilur cereus menunjukan gejala nyeri perut, mual, muntah, dan kadang diare. Staphylococcus aereus menunjukan gejala mual, muntah, sakit perut, diare dan prostration (muntah menyembur). Vibrio hemolitikus menunjukan gejala nyeri perut, mual muntah, diare, menggigil, sakit kepala, dan kadang-kadang badan panas (demam).
Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan fisik penderita disusun tabel sebagai berikut :
Tabel  1           :     Distribusi Gejala KLB Keracunan Pangan di SDN I Tangeban Desa Tangeban
                 Wilayah Kerja Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011
NO
R Gejala dan Tanda
Jumlah Kasus
%
1
Mual
37
85 %
2
Muntah
32
80 %
3
Diare
9
5 %
4
Nyeri Perut/ sakit perut
36
90 %
5
Sakit Kepala
12
30 %
6
Lemah
16
40 %
7
Pusing
18
45 %
8
Mengigigil
0
0
9
Badan panas (demam)
0
0
                       
Pada tabel dapat dipelajari etiologi yang paling mungkin dari ketiga jenis penyakit yang ditetapkan sebagai diagnosis banding dan etiologi yang paling tidak mungkin dapat disingkirkan sebagai etiologi KLB. Pada tabel tersebut gejala menggigil, demam tidak ada oleh karena itu etiologi Vibrio parahemolitikus dapat disingkirkan
C.     Kurva Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dibuat kurva epidemi sebagai berikut :
Gambar 1 : Kurva Epidemi KLB Keracunan Pangan di SDN I Tangeban Desa Tangeban
                 Wilayah Kerja Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011
Berdasarkan kurva epidemiologi diperoleh gambaran periode KLB adalah Jam 07.30 dan berakhir pada jam 08.30 Wita. Lebih lanjut dilakukan analisis masa inkubasi yang tampak pada grafik berikut :
Gambar 2 : Kurva Masa Inkubasi KLB Keracunan Pangan di SDN I Tangeban DesaTangeban Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011

Berdasarkan grafik masa inkubasi diketahui masa inkubasi terpendek adalah 30 Menit dan terpanjang adalah 1 Jam 30 Menit.
Berdasarkan masa inkubasi terpendek dan terpanjang etiologi, maka dapat ditentukan perkiraan periode paparan KLB.
Awal periode paparan KLB berdasarkan wawancara dengan penderita diperkirakan pada jam 06.30 Wita. Sedangkan akhir periode paparan KLB adalah waktu kejadian kasus pertama KLB dikurangi dengan masa inkubasi terpendek yaitu 07.30 dikurangi 30 menit adalah jam 07.00. Karena awal periode paparan KLB berada sebelum akhir periode paparan KLB maka diperkirakan periode paparan KLB adalah common source.

D.    Penegakan diagnosis berdasarkan hubungan masa inkubasi etiologi diagnosis banding dan periode KLB pada jenis KLB common source

Tabel 2      :     Diagnosis Banding KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Masa inkubasi Penyakit dan Periode KLB di SDN I Tangeban Desa Tangeban  Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011

NO
Nama Penyakit
Masa Inkubasi
Periode KLB
Disingkirkan
Terpendek
Terpanjang
selisih
1.
Staphylococcus aereus
1 Jam
8 Jam (rata-rata 2-4 Jam)
7 Jam
1 Jam
Belum
2.
Baccilur cereus
30 Menit
5 Jam
4 Jam  30 Menit
Belum
3.
Vibrio parahaemolytikus
2 Jam
48 Jam (rata-rata 12 Jam)
46 Jam
Belum

Berdasarkan periode KLB dan Masa Inkubasi maka etiologi Staphylococcus aereus dan Bacillur cereus masih memenuhi syarat sebagai penyebab KLB Keracunan.

E.     Penegakan diagnosis berdasarkan hubungan antar paparan, kasus pertama KLB dan masa inkubasi terpendek etiologi diagnosis banding
Perkiraan terjadinya paparan pada tanggal 01 Oktober, Jam 06.30
Masa Inkubasi terpendek KLB adalah 30 Menit atau 1 Jam



 Tabel 3           Diagnosis Banding KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Masa inkubasi Terpendek Penyakit dan Masa Inkubasi Terpendek KLB di SDN I Tangeban Desa Tangeban  Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011

NO
Nama Penyakit
Masa Inkubasi Terpendek
Masa Inkubasi Terpendek KLB
Disingkirkan
1.
Staphylococcus aereus
1 Jam
1 Jam
Belum
2.
Baccilur cereus
30 Menit
Belum
3.
Vibrio parahaemolyticus
2 Jam
Disingkirkan

Bila dilihat berdasarkan Masa Inkubasi terpendek penyakit dan masa inkubasi terpendek KLB maka Bacillur cereus adalah paling memenuhi syarat sebagai penyebab KLB Keracunan namun untuk memastikan dilakukan pemeriksaan Laboratorium di Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai

V.                Gambaran Epidemiologi
Penderita pada KLB Keracunan makanan adalah mereka yang membeli dan mengkonsumsi nasi kuning sejumlah 20 orang siswa SDN I dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4      : Distribusi Penderita KLB Keracunan Pangan di SDN I Tangeban Desa Tangeban
            Wilayah Kerja Puskesmas Tangeban Tanggal 01 Oktober 2011

NO
Gol. Umur
Jlh Siswa yang Makan
Jumlah Penderita
Attack Rate    (%)
1
< 5 Tahun
0


2
5 – 9 Tahun
98
98
100
3
10  – 14 Tahun
62
62
100
4
> 15 Tahun
0
0
0
Jumlah
160
160
100

Pada tabel 4 terlihat bahwa keracunan pangan adalah pada golongan umur 5-9 tahun dan 10-14 tahun. Sedangkan berdasarkan Jenis Kelamin dapat dilihat pada grafik berikut :



Gambar 3   :       Distribusi Penderita KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN I Tangeban Desa Tangeban Puskesmas Tangeban Tanggal         01 Oktober 2011

VI.             Pemeriksaan Laboratorium
Sampel yang diambil untuk konfirmasi ke laboratorium kesehatan Dinkes Kabupaten Banggai adalah Nasi Kuning bersama bahan-bahan lainnya, air minum yang dipakai dan sisa muntahan penderita yang selanjutnya akan diperiksa sesuai dengan gejala yang timbul pada penderita kasus keracunan pangan dan kemungkinan penyebab berdasarkan penegakan diagnosis sebelumnya. Selanjutnya bila memungkinkan akan dilakukan rujukan ke Balai POM dan Labkes Dinkes Propinsi Palu.

VII.          Kesimpulan Etiologi KLB
1.      Penyebab Keracunan Pangan di SDN I Tangeban pada tanggal 01 Oktober 2011 adalah karena mengkonsumsi nasi kuning yang karena proses pembuatan dan penyimpanan yang kurang baik sehingga terkontaminasi kuman/bakteri yang diduga adalah Baccilus cereus dan atau staphylococcus aereus.
2.      Kebiasaan menggunakan bahan makanan yang merupakan sisa sehari atau beberapa hari sebelumnya merupakan faktor yang sangat berperan terhadap terjadinya KLB keracunan pangan.


VIII.       Saran dan Tindak lanjut yang telah dilakukan
1.      Ny. Nurhana dihimbau agar tetap melakukan pengolahan makanan (nasi kuning) dengan prosedur yang memenuhi syarat kesehatan
2.      Pihak sekolah diharapkan agar ikut menjaga kebersihan lingkungan kantin termasuk perlu mengetahui proses pengolahan makanan jajanan di Sekolah
3.      Petugas Puskesmas diharapkan agar ikut melakukan pengawasan dan penyuluhan terhadap pengolahan makanan jajanan oleh masyarakat
4.       
Luwuk, 03 Oktober 2011
Mengetahui
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Banggai




Dr. Winarny Abdullah, Sp. A
NIP. 19630305 199010 2 001
Tim Investigasi KLB
Dinkes Kabupaten Banggai

1.      Rampia Laamiri, S.Sos
2.      Mariani, SKM
3.      Yamin Manika
4.      Lukman Madopi, SKM
5.      Martinus K. Saluk, S.Kep. Ns


……………
……………
……………
……………
……………

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Opmerkings

Plaas 'n opmerking

Gewilde plasings van hierdie blog

PROPOSAL KEGIATAN FOGGING ”MENCEGAH TERJADINYA DBD DENGAN MELAKUKAN PENYEMPROTAN FOGING DI DESA TAULO KEC. ALLA KAB. ENREKANG”

LAPORAN PEMERIKSAAN BERAT JENIS SAMPAH, KOMPOSISI SAMPAH, KADAR AIR SAMPAH DAN KADAR VOLATIL SAMPAH

Perishable food